BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nikmat yang dianugerahkan
Allah kepada manusia, merupakan pemberian yang terus menerus, dengan bermacam-macam bentuk lahir dan batin. Hanya manusia
sajalah yang kurang pandai memelihara nikmat, sehingga ia merasa seolah-olah
belum diberikan sesuatupun oleh Allah. Disebabkan ia tidak bersyukur kepada
Allah dan tidak merasakan bahwa Allah telah memberi kepadanya sangat banyak
dari permintannya.
Nikmat yang sangat besar
bagi manusia adalah nikmat iman. Termasuk orang yang menyia-nyiakan nikmat Allah adalah orang yang menggunakan nikmat Allah
tidak pada tempatnya, atau menggunakan nikmat Allah untuk kemaksiatan. Termasuk
sifat yang angkuh terhadap Allah Swt jika ia merasa bahwa semua yang ada
padanya adalah karena kepandaian dan keistimewaan diri manusia itu sendiri.
Perasaan seperti ini memudarkan Tauhid dari dalam jiwanya. Oleh karena itu, kita sebagai
makhluk Allah yang senantiasa mengharapkan keridhoan-Nya diharapkan diberi
kesadaran dalam mensyukuri nikmat yang sungguh besar yang telah Allah berikan
kepada kita.
Bahwasanya Allah menganjurkan kepada makhluknya
untuk mensyukuri nikmat yang diberikan, yaitu dengan satu hal yang mungkin
kadang manusia sendiri lupa apa yang menjadi kewajiban kita sebagai makhluk
Allah, yaitu dengan menjalankan apa yang sudah ditetapkan seperti; Perintah
untuk menjalankan shalat yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadist,
Puasa, Zakat dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Makna Bersyukur kepada Allah
2. Terjemah dan Isi Kandungan dari QS
Az Zukhruf ayat 9-13
3. Terjemah dan Isi Kandungan dari QS
Al Ankabut ayat 14
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Tentang Nikmat Allah dan Cara Mensyukurinya
Sungguh betapa besar dan banyak nikmat yang telah
dikaruniakan Allah kepada kita. Setiap hari silih berganti kita merasakan satu
nikmat kemudian beralih kepada nikmat yang lain. Di mana kita terkadang tidak
membayangkan sebelumnya akan terjadi dan mendapatkannya. Sangat besar dan
banyak karena tidak bisa untuk dibatasi atau dihitung dengan alat secanggih
apapun di masa kini.
Semua ini tentunya mengundang kita untuk
menyimpulkan betapa besar karunia dan kasih sayang Allah kepada
hamba-hamba-Nya. Dalam realita kehidupan, kita menemukan keadaan yang
memprihatinkan. Yaitu mayoritas manusia dalam keingkaran dan kekufuran kepada
Pemberi Nikmat. Puncaknya adalah menyamakan pemberi nikmat dengan makhluk, yang
keadaan makhluk itu sendiri sangat butuh kepada Allah.
Syukur berarti ucapan sikap, dan perbuatan
terimakasih kepada allah swt, dan penggakuan yang tulus atas nikmat dan karunia
yang diberikannya. Nikmat yang diberikan sangat banyak dan bentuknya
bermacam2, disetiap detik yang dilalui maninusia tidak pernah lepas dari
nikmat allah, nikmatnya sanggat besar. Sehingga mausia tidak akan dapat
menghitungnya.
B. Hakikat bersyukur
Manusia adalah makhluk ALLAH SWT yang
diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan diciptakan untuk
menyembah hanya kepada-Nya seraya bersyukur atas hidup untuk mencapai kedudukan
yang tertinggi di akhirat kelak. Jika kita fikir dahulunya kita tercipta dengan
ilmu pengetahuan yang sedikit dan hanya bisa sedikit berbuat, kini kita
memiliki banyak ilmu pengetahuan serta nikmat yang banyak. Lantas bagaimana
kita tidak bersyukur? Sementara balasan yang dijanjikan ALLAH SWT apabila
hambanya mensyukuri nikmat-Nya, adalah kenikmaatannya akan ditambah dan dilipat
gandakan nikmat–nikmatnya yang lain. Sebagaimana ALLAH SWT berfirman
dalam (Q.S. Ibrahim : 7) yang berbunyi:
وَإِذْ تَأَذَّنَ
رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي
لَشَدِيدٌ
Artinya :Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih. (Qs. Ibrahim:7)
Nikmat atau rezeki yang diterima adalah
barokah Allah SWT, meskipun hanya kecil dan sedikit tetapi cukup dan
menentramkan hati. Karena orang yang selalu bersyukur akan diberikan keidupan
terasa menjadi tentram, damai, tenang, dan bahagia serta terhindar dari fitnah
dan azab dunia serta akhirat
C. Ayat al-Qur’an
Tentang Nikmat Allah dan Cara Mensyukurinya
1. Surat Al-Zukhruf Ayat 9 -13
Terjemah Ayat:
(09)
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit
dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh
yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".
(10) Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat
menetap dan dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu
mendapat petunjuk.
(11) Dan yang menurunkan air dari langit menurut
kadar (yang diperlukan) lalu kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati,
seperti Itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).
(12) Dan yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan
dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.
(13) Supaya kamu duduk di atas punggungnya Kemudian kamu
ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu Telah duduk di atasnya; dan supaya kamu
mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang Telah menundukkan semua Ini bagi kami
padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya,
Tafsir Ayat dan terjemahnya
Ayat
ke 9: (Dan sungguh jika) huruf Lam di sini bermakna Qasam (kamu tanyakan kepada
mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Niscaya mereka
akan menjawab,) dari lafal Layaquulunna terbuang Nun alamat Rafa'nya, karena
jika masih ada, maka akan terjadilah huruf Nun yang berturut-turut, dan hal ini
dinilai jelek oleh orang-orang Arab. Sebagaimana dibuang pula daripadanya Wawu
Dhamir jamak, tetapi 'Illatnya bukan karena bertemunya dua huruf yang
disukunkan ("Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui") jawaban terakhir mereka adalah, "Allah Yang Maha Perkasa
dan Maha Mengetahuilah yang menciptakan kesemuanya itu." Selanjutnya Allah
swt. menambahkan:
Ayat ke 10: (Yang menjadikan bumi untuk kalian sebagai
tempat menetap) sebagai hamparan yang mirip dengan ayunan bayi (dan Dia membuat
jalan-jalan di atas bumi untuk kalian) dilalui (supaya kalian mendapat
petunjuk) untuk mencapai tujuan-tujuan di dalam perjalanan kalian.
Ayat ke11: (Dan Yang menurunkan air dari langit menurut
kadar) yang diperlukan oleh kalian, dan Dia tidak menurunkannya dalam bentuk
hujan yang sangat besar yang disertai dengan angin topan (lalu Kami hidupkan
dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah) sebagaimana cara menghidupkan
itulah (kalian akan dikeluarkan) dari dalam kubur kalian lalu kalian menjadi
hidup kembali.
Ayat ke 12: (Dan Yang menciptakan makhluk yang
berpasang-pasangan) berbagai jenis makhluk berpasang-pasangan (semuanya, dan
menjadikan untuk kalian kapal) atau perahu-perahu (dan binatang ternak)
misalnya unta (yang kalian tunggangi) di dalam lafal ayat ini dibuang
daripadanya Dhamir yang kembali kepada lafal Ma demi untuk meringkas, Dhamir
tersebut adalah lafal Fihi maksudnya, yang dapat kalian kendarai.
Ayat ke 13: (Supaya kalian dapat duduk) tetap (di atas
punggungnya) Dhamir yang ada pada ayat ini dimudzakkarkan, dan lafal Zhahr
dikemukakan dalam bentuk jamak sehingga menjadi Zhuhur; hal ini karena
memandang makna yang terkandung di dalam lafal Ma (kemudian kalian ingat nikmat
Rabb kalian apabila kalian telah duduk di atasnya dan supaya kalian mengatakan,
"Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami
sebelumnya tidak mampu menguasainya) tidak dapat menguasainya.
d. Penjelasan Ayat
Ayat ke 9, menurut Abu Ja’far Muhammad maksud ayat ini adalah jika kamu
tanyakan hai Muhammad kepada orang-orang Musyrik dari kaummu itu, “Siapa yang
menciptakan langit dan bumi, mengadakan dan membentuknya?” Niscaya mereka
menjawab, “Semuanya diciptakan oleh yang maha Perkasa dalam pengaruh kekuasaan
dan balasan-Nya terhadap musuh-musuhNya, yang maha mengetahui semua ciptaan itu
dengan segala yang ada di dalamNya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagiNya.[1]
Sedangkan Menurut Syekh Imam AL-Qurtubi dalam ayat ini Allah menjelaskan
bahwa orang-orang kafir pun mengakui bahwa pencipta langit dan bumi beserta
isinya adalah Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, namun demikian mereka
menyembah selain Allah dan mengingkari kekuasaan-Nya.[2]
Penjelasan
ayat ke 10, maksudnya adalah Allah yang menjadikan bumi terhampar bagimu. Dia
menjadikan bumi bagimu pijakan yang dapat kamu pijak dengan telapak kakimu dan
kamu dapat berjalan di atasnya dengan kakimu. Allah membuatkan jalan-jalan yang
landai di atas bumi, yang dapat kamu tempuh dari satu negeri ke negeri lain
untuk keperluan penghidupan dan pendengaranmu.[3]
Sedangkan
menurut Syekh Imam Al-Qurtubi bahwa ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyifati
Dzat-Nya yang maha suci dengan kekuasaan yang sempurna. Firman Allah ini
merupakan awal pemberitahuan dari Allah tentang dzatNya. Supaya kalian mengakui
nikmat Allah yang diberikan kepada kalian dan supaya kalian mendapat petunjuk
menuju penghidupan kalian.[4]
Ayat ke 11
dan 12, maksudnya adalah bahwa Allah menurunkan air dari langit menurut kadar
(yang diperlukan), artinya menurut Ibnu Abbas yang dikutip oleh AL-Qurtubi
yakni air yang diturunkan itu bukan seperti air yang diturunkan kepada kaum
nabi Nuh yang tidak menurut ukuran yang diperlukan sehingga air itu
menenggelamkan mereka. Akan tetapi air yang diturunkan itu sesuai dengan kadar
yang diperlukan, bukan berupa badai yang menenggelamkan bukan pula kurang dari
apa yang dibutuhkan sehingga ia dapat menjadi penghidupan bagi kalian dan
binatang ternak kalian.[5]
Ayat 12 dan 13 maksudnya adalah Dia yang menciptakan segala sesuatu, lantas
menjadikannya berpasang-pasangan yaitu dengan menciptakan perempuan sebagai
pasangan laki-laki, dan menciptakan laki-laki sebagai pasangan perempuan. …وَجَعَلَ
لَكُمْ مِنَ الْفُلْقِ maksudnya adalah bahwa Allah
menjadikan kapal-kapal bagimu yang dapat kamu kendarai di laut kea rah yang
kamu kehendaki dalam perjalananmu di laut untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
hidupmu. Sedangkan hewan ternak dapat kamu kendarai di darat ke arah manapun
yang kamu tuju, seperti unta, kuda, bighal dan keledai.[6]
…لِتَسْتَوُوْا عَلى ظُهُوْرِهِ supaya kamu dapat berada di atas punggung hewan yang
kamu kendarai. Kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu yang dianugerahkan kepadamu,
berupa ditundukannya semua fasilitas kendaraan itu bagimu di darat dan di laut.
Berdasarkan ayat, terjemah dan tafsir ayat tersebut di atas, timbullah sebuah kegelisahan intelektual pada diri penulis mencoba mengkaji, menyimak dan
menyimpulkan deretan penjelasan di atas bahwa orang musyrik sekalipun mengakui
bahwa yang member nikmat itu adalah Allah. Banyak nikmat Allah yang diberikan kepada
manusia, bumi sebagai tempat hidup manusia dengan berbagai sarananya. Hujan
(air yang turun dari langit) sebagai sumber kehidupan. Dengan air, tanah yang
gersang menjadi subur. Kemudian Allah juga menciptakan pasangan semua hal yang
Dia ciptakan. Ada siang ada malam, ada laki-laki ada perempuan, ada panas ada
dingin, ada positif ada negatif dan seterusnya. Semua itu merupakan bagian dari
nikmat Allah yang diberikan kepada makhluknya khususnya manusia.
2. Surat Al-Ankabut Ayat 17
Terjemah Ayat :
Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu
adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain
Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di
sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah
kamu akan dikembalikan.
Tafsir Ayat
}إنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُون
اللَّه} أَيْ غَيْره {أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إفْكًا} تَقُولُونَ كَذِبًا إنَّ
الْأَوْثَان شركاء لله {إنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُون اللَّه لَا
يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا} لَا يَقْدِرُونَ أَنْ يَرْزُقُوكُمْ {فابتغوا عند
الله الرزق} اطلبوه منه {واعبدوه واشكروا له إليه ترجعون{ [9]
17. (Sesungguhnya apa yang kalian sembah selain Allah
itu) (adalah berhala-berhala, dan kalian membuat dusta) kalian mengatakan
kebohongan, bahwa berhala-berhala itu adalah sekutu-sekutu Allah. (Sesungguhnya
yang kalian .sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepada
kalian) maksudnya mereka tidak akan mampu memberi rezeki kepada kalian (maka
mintalah rezeki di sisi Allah) yakni mintalah rezeki itu kepada-Nya (dan
sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kalian akan
dikembalikan). [7]
d. Penjelasan Ayat
Pada mulanya
ayat 17 surah al-Ankabut ini, menceritakan umat Nabi Ibrahim yang tidak mau
menyembah Allah. Bahkan mereka menyembah patung-patung buatan mereka
sendiri. Dengan demikian Allah menjelaskan bahwa patung-patung atau lainnya
yang mereka sembah selain diri-Nya, tidak bias berbuat apa-apa. Apalagi memberi
rezeki untuk kehidupannya. Hanya dari sisi Allahlah rezeki itu didapat. Oleh
karena itu sehrusnya mereka hanya menyembah Allah dan bersyukur kepada-Nya,
sebab mereka pun akan dikembalikan kepada-Nya.
M.Quraish Shihab mengatakan bahwa
ayat tersebut adalah teguran kepada umat Nabi Ibrahim, yang menyembah
berhala-berhala untuk mengharap mendapat rezeki dari apa yang disembahnya. Lalu
ditegaskan bahwa berhala-berhala itu tidak mampu memberikan rezeki dan tidak
patut untuk disembah. Sebagaiman Allah menggunakan kata ”rizqoo” yang
konteks kalimatnya adalah menafikan kemampuan berhala.[8]
Kemudian Allah menggunakan kalimat “fabtaghuu”
artinya mintalah. Dan “arrizqi´ artinya rezeki secara umum (segala
bentuk rezeki). Dan adanya penambahan huruf ”ta” pada kalimat “fabtaghuu”
digunakan sebagai penegasan bahwa untuk mendapatkan rezeki Allah itu hendaknya
dengan berusaha sungguh-sungguh. Di ayat itu
juga Allah mempertegas agar kita menyembahnya, karena hanya Dia yang patut
disembah. Dia yang memberikan segala rezeki kepada oleh karena itu Allah
melanjutkan firman-Nya dengan perintah untuk mensyukurinya.
Begitu banyak nikmat yang telah kita
terima dari Allah SWT. Negara ini telah mendapatkan nikmat lahan yang subur,
kandungan sumber daya alam melimpah, dan masyarakat Muslim yang sangat banyak.
Diri-diri kita telah mendapatkan nikmat hidup berkecukupan, anak-anak yang
sehat dan cerdas, pasangan hidup yang beriman. Bukan itu saja, masih banyak
nikmat-nikmat yang lain, yang jika kita mencoba menghitungnya, niscaya tidak
akan mampu. Allah SWT berfirman:
Artinya :“Dan jika
kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS
An Nahl : 18).
Oleh karena itu, dengan
berpedomankan Al-Qur’an surah al-Ankabut ayat 17 di atas, kita patut dan bahkan
wajib sekali untuk bersyukur kepada Allah. Apalagi perintah ini dipertegas oleh
Allah dalam Al-Qur’an surah al-Kautsar “Sesungguhnya Kami telah memberikan
nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbnlah.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan
manusia untuk mensyukuri nikmat Allah swt. Secara garis besar, mensyukuri
nikmat ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1.
Mensyukuri dengan hati, dengan mengakui,
mengimani dan meyakini bahwa segala bentuk kenikmatan ini datangnya dari Allah
swt semata.
2.
Mensyukuri dengan lisan, dengan memperbanyak
ucapan alhamdulillah (segala puji milik Allah) wasysyukru lillah
(dan segala bentuk syukur juga milik Allah).
3.
Mensyukuri dengan perbuatan.
a. Mempergunakan segala bentuk kenikmatan Allah untuk menunaikan perintah-perintah
Allah, baik perintah wajib, sunnah maupun mubah.
b. Mempergunakan segala bentuk kenikmatan Allah dengan cara menghindari,
menjauhi dan meninggalkan segala bentuk larangan Allah, baik larangan yang
haram maupun yang makruh.[9]
Syukur dengan
hati, lisan dan perbuatan ini hendaklah terefleksi dan tercermin pada setiap
momentum yang bersifat zhahir, bahkan yang tersamar sekalipun.
D. Hadits Tentang Nikmat Allah dan Cara Mensyukurinya
Hadits Tentang Cara
Mensyukuri Nikmat
a.
Teks Hadits
وحَدَّثَنِي
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، ح وَحَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ،
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ -
وَاللَّفْظُ لَهُ - حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، وَوَكِيعٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ
أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ
عَلَيْكُمْ[15]
b. Terjemah Hadits
Rasulullah saw. bersabda lihatlah kepada orang yang
lebih rendah dari pada kamu dan janganlah kamu melihat orang yang di atasmu.
Maka hal itu lebih baik untuk tidak meremehkan nikmat
Allah atasmu. (Muutafaq ‘Alaih)[10]
c.
Penjelasan
Hadits
Dalam
hadits di atas, nabi menyuruh kaum muslimin agar memandang orang memandang
orang yang berada di bawah mereka, baik mengenai bentuk dan rupa tubuhnya,
kesehatan dan kesejahteraannya, harta dan kekayaannya maupun yang lain-lainnya.
Dengan cara demikian, mereka akan merasa beruntung dan lebih baik keadaan
mereka dibandingkan dengan yang dibawah standar nasib mereka. Sebaliknya nabi
saw. melarang kaum muslimin memandang orang yang di atas mereka sebab dapat
menimbulkan rasa kecil hati dan rendah diri dan bahkan bukan mustahil dapat
menimbulkan rasa kecewa, menyesal diri dan mungkin timbul persangkaan yang
buruk kepada Allah swt. bahwa Dia tidak memperhatikan keadaan dirinya atau
pilih kasih dalam pemberian nikmat. Kaum muslimin dibenarkan melihat orang yang
lebih tinggi derajatnya, khusus dalam masalah ketaatan kenjalankan agama (dalam
hal kebaikan yang bernilai agama) atau dalam menuntut ilmu pengetahuan
khususnya ilmu pengetahuan yang bernilai agama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bersyukur berarti kita mensyukuri apa yang
diberikan ALLAH SWT kepada kita dengan kekuatan iman dan meyakini bahwa segala
sesuatu tidak ada yang sia- sia. Kita dapat mensyukuri nikmat dengan cara
berdzikir, dengan lisan kita dapat mengucapkan alhamdulilla, dengan hati
yaitu meyakini bahwa segala bentuk nikmat & berkah datangnya semata hanya
dari ALLAH SWT dan kita dapat mensyukuri nikmat ALLAH SWT dengan perbuatan
kita dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Segala bentuk syukur kita merupakan
rasa terimakasih kita kepada ALLAH SWT, dan manusia yang tidak mau
bersyukur maka ia akan rugi karena ALLAH SWT tidak membutuhkan rasa
syukurpun dia tidak akan dirugikan yang pada dasarnya ALLAH SWT maha kaya akan
sesuatu melainkan orang yang bersyukur ia mensyukuri untuk dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
-
Abu Ja’far, Muhammad, Tafsir Ath-Thobari, (penerjemah Misbah
Abdul Somad), Pustaka Azzam, Jakarta, 2009;
-
Al-Jalalain, As-Shuyuthi, Al-Mahalli, Tafsir Jalalain
-
Al-Qurtubi, Syekh Imam, Tafsir Al-Qurtubi, (Penerjemah Akhmad
Khotib), Pustaka Azzam, Jakarta, 2009;
-
Departemen Agama RI, Al-Hikmah AL-Qur’an dan terjemahnya, Diponegoro,
Bandung, 2004;
-
Matsna, Mohammad, Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an Hadits,
Karya Toha Putra, Semarang, 2009;
-
Muslim, Al-Imam, Shohih Muslim Shihab, M. Quraisy, Tafsir
Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an), Lentera Hati,
Jakarta 2002;
[1] Abu
Ja’far Muhammad, Tafsir Ath-Thobari, Penerjemah Misbah Abdul
Somad, Abdurrahim Supandi, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2009) hal. 964
[2] Syekh
Imam al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, Penerjemah Ahmad Khotib,
(Jakarta, Pustaka Azzam, 2009), hal.160
[3]
Abu Ja’far Muhammad, Op. Cit, hal.
964
[4]
Syekh Imam al-Qurtubi, Op. Cit, hal.
160-161
[6]Abu Ja’far Muhammad, Op. Cit, hal.
967-968
[7] تفسير الجلالين (ص: 522)
[8]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan dan Kesan Keserasian
Al-Qur’an, (Jakarta, Lentera Hati, 2002), hal. 461
[9] Moh. Matsna, Pendidikan
Agama Islam (Karya Toha, Semarang, 2009) hal.10