Selasa, 23 April 2013

Pandangan-pandangan dalam Bimbingan dan Penyuluhan


MAKALAH BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
( Pandangan-pandangan dalam Bimbingan dan Penyuluhan )

 

BAB I
Pendahuluan
  1. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain timbul. Demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain. Khususnya bagi yang terakhir inilah bimbingan dan konseling diperlukan.

Manusia perlu mengenal dirinya sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri sendiri ini manusia akan dapat bertindak dengan cepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian tidak semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan bantuan ini dapat diberikan oleh bimbingan dan konseling.
  1. Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan tentang Pandangan dalam Bimbingan dan Penyuluhan.
2.      Menjelaskan tentang klasifikasi Pandangan dalam Bimbingan dan Penyuluhan.
3.      Menjelaskan tentang gambaran tugas Guru BP di Sekolah.



BAB II
Pembahasan
Pandangan dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pandangan memiliki arti (1) hasil perbuatan memandang ( memperhatikan, melihat, dsb ), (2) benda atau orang yang dipandang ( disegani, dihormati, dsb ), (3) pengetahuan, dan (4) pendapat.[1]
Kata bimbingan dan konseling merupakan pengalihan bahasa dari istilah Inggris guidance and counseling. Pengertian Bimbingan secara etimologi adalah menunjuk, membimbing, atau membantu. Sedangkan pengertian bimbingan secara terminologi menurut Moh. Surya (1986) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada  yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengerahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Dan pengertian konseling secara etimologi adalah nasehat, anjuran dan ajaran. Dengan demikian konseling dapat diartikan sebagai pemberian nasehat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.[2] Sedangkan secara terminologi pengertian konseling adalah sebagaimana berikut :
C. Patterson (1959) mengemukakan bahwa konseling ialah proses yang melibatkan hubungan antar pribadi antara seorang terapis dengan satu klien atau lebih, dimana terapis menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sitematik tentang kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien.
Edwin C. Elwis (1970) mengemukakan bahwa konseling adalah suatu proses dimana orang yang bermasalah dibantu secara pribadi untuk merasa dan berprilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan prilaku yang memungkinkannya berhubungan secara efektif dengan dirinya dan lingkungannya.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik garis besarnya, bahwa konseling adalah suatu aktifitas pemberian nasihat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan klien dengan menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematik tentang kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien.
Bimbingan dan konseling saling berkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik dan alat dalam pelayanan bimbingan. Dan pendapat lain yang mengatakan bahwa bimbingan memusatkan diri pada pencegahan munculnya masalah, sedangkan konseling memusatkan diri pada pencegahan masalah individu atau dapat dikatakan bahwa bimbingan bersifat preventif sedangkan konseling bersifat kuratif.[3]
Program bimbingan (guidance program), yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Kegiatan bimbingan mencakup tiga jenis bimbingan, yaitu bentuk bimbingan, sifat bimbingan, dan ragam bimbingan, yaitu masing-masing memberikan corak tertentu pada kegiatan yang tertampung dalam suatu program bimbingan.[4]
Syarat-syarat pembimbing sekolah atau madrasah menurut Eti Kartikawati (1995) dipilih atas dasar :
  1. Kepribadian
Seorang guru pembimbing atau konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Pelayanan bimbingan dan konseling berkaitan dengan pembentukan prilaku dan kepribadian klien.dalam keadaan tertentu seorang seorang guru pembimbing (konselor) bisa menjadi model atau contoh yang baik bagi penyelesaian masalah siswa (klien). Kepribadian yang baik dalam konteks Islam ditandai dengan kepemilikan iman, makrifah, dan tauhid.
  1. Pendidikan
Bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan professional menunntut persyaratan-persyaratan tertentu antara lain pendidikan.seorang guru pembimbing atau konselor selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan dan konseling S1, S2 maupun S3 atau sekurang-kurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling. Pemilihan dan pengangkatan guru pembimbing atau konselor di sekolah atau madrasah hendaknya mengedepankan profesionalitas.
  1. Pengalaman
Pengalaman memberikan layanan bimbingan dan konseling berkontribusi terhadap keluasan wawasan pembimbing atau konselor yang bersangkutan. Sarjana BK strata satu (S1) yang belum memiliki pengalaman luas dalam bidang bimbingan, mungkin tidak akan lebih baik dalam menjalankan tugasnya sebagai pembimbing apabila dibandingkan dengan alumni diploma III tetapi telah berpengalaman 10 atau 15 tahun menjadi guru BK. Syarat pengalaman bagi calon guru BK setidaknya pernah diperoleh melalui praktik mikro konseling. Akan tetapi saat ini yang menjadi syarat untuk menjadi guru BK adalah berijazah minimal S1.
  1. Kemampuan
Kepemilikan kemampuan atau kompetensi dan keterampilan oleh guru pembimbing atau konselor merupakan suatu keniscayaan. Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi) dan keterampilan, tidak mungkin guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan tugas secara baik. M.D. Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif.[5]


A.    Klasifikasi Pandangan Dalam Bimbingan dan Penyuluhan
Menurut (Justika : 1980) ada tiga macam pandangan mengenai siapa yang dapat membimbing dan kualifikasi pembimbing yaitu pandangan generalis, kurikuler, dan spesialis.
  1. Pandangan Generalis
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat diberikan oleh seorang pendidik, oleh seorang guru. Pandangan ini berasaskan keyakinan, yaitu bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kualitas usaha belajar siswa, dan bahwa seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya, bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
Kelebihannya pelayanan lebih efektif, sedangkan kekurangannya proses bimbingan dapat dilakukan oleh semua guru.
  1. Pandangan Kurikuler
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat langsung dimasukkan dalam kurikulum pendidikan seperti pengetahuan-pengetahuan lain. Pandangan ini berasaskan keyakinan, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan sebaiknya dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pelajaran khusus, dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pandangan ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
Kelebihannya proses BK teralokasi waktu pada jam pelajaran, sedangkan kekurangannya menganggap BK disejajarjkan dengan bidang studi.
  1. Pandangan Spesialis
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa untuk melaksanakan bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakan oleh orang yang khusus dididik untuk itu.  Pola spesialis berasaskan keyakinan, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh para ahli bimbingan, yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu, seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan konseling.
Kelebihannya ialah kualitas pelayanan lebih profesional sedangkan kekurangannya masalah hanya ditangani oleh BK, sehingga bisa timbul kesenjangan.[6]
Untuk lembaga sekolah yang terletak di daerah terpencil dengan jumlah kelas yang tidak terlalu besar, pola dasar yang dapat dipegang ialah pola generalis. Ini berarti bahwa banyak kegiatan bimbingan dapat dipegang oleh guru-guru bidang studi dan wali kelas, dengan mendapat asistensi dari satu atau dua guru konselor. Untuk lembaga sekolah yang terletak dilingkungan kota dengan segala problematikanya dan godaannya, apalagi dengan jumlah kelas yang besar, semakin dituntut memegang pada suatu pola dasar yang mengarah pada pola spesialis, tanpa mengabaikan sumbangan dari guru-guru bidang studi dan wali kelas.
Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. Seharusnya Bimbingan Konseling dapat menjadi pendamping dan penyeimbang bagi para siswa, lebih-lebih pada siswa yang sudah menempuh jenjang sekolah menengah.
B.     Gambaran Tugas Guru BP di Sekolah
Dalam Undang – undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 6, dikatakan bahwa :” Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[7] Ayat tersebut mengukuhkan serta menegaskan bahwa konselor adalah pendidik, artinya bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam pendidikan. Sebagai salah satu unsur sistem pendidikan, layanan bimbingan dan konseling mempunyai peran besar dalam membantu peserta didik pada umumnya, dan pada khususnya dalam rangka mengembangkan kepribadian yang mandiri bagi peranannya di masa yang akan datang. Dalam hal ini guru pembimbing menjadi ujung tombak pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, atau dengan kata lain guru pembimbing merupakan agen utama bagi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan.
Guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki tugas, tanggung jawab, dan wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah.
Gambaran umum mengenai tugas Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah antara lain :
a.       Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
b.      Merencanakan program bimbingan dan penyuluhan ( terutama program-program satuan layanan dan satuan kegiatan pendukung ; untuk satuan-satuan waktu tertentu, program-program tersebut dikemas dalam program mingguan, bulanan, caturwulanan, dan tahunan ).
c.       Melaksanakan segenap program satuan layanan bimbingan dan penyuluhan.
d.      Menilai proses dan hasil pelaksanaan satuan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan penyuluhan.
e.       Menganalisis hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan penyuluhan.
f.       Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan penyuluhan.
g.      Mengadministrasikan kegiatan satuan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan yang dilaksanakannya.
h.      Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan secara menyeluruh kepada Kepala Sekolah.[8]
BAB III
       Penutup
       Kesimpulan
Bimbingan dan konseling saling berkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik dan alat dalam pelayanan bimbingan. Dan pendapat lain yang mengatakan bahwa bimbingan memusatkan diri pada pencegahan munculnya masalah, sedangkan konseling memusatkan diri pada pencegahan masalah individu atau dapat dikatakan bahwa bimbingan bersifat preventif sedangkan konseling bersifat kuratif.
Ada tiga macam pandangan mengenai siapa yang dapat membimbing dan kualifikasi pembimbing yaitu pandangan generalis, kurikuler, dan spesialis.
  1. Pandangan Generalis
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat diberikan oleh seorang pendidik, oleh seorang guru.
  1. Pandangan Kurikuler
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat langsung dimasukkan dalam kurikulum pendidikan seperti pengetahuan-pengetahuan lain.
  1. Pandangan Spesialis
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa untuk melaksanakan bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakan oleh orang yang khusus dididik untuk itu.







Daftar Pustaka
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa, 2001.
Bakran, Hamdani,  Konseling & Psikoterapi Islam, Yogyakarta : Rajawali Pers, 2002.
Faqih, Aunur Rohim, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka, 2001.
Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi, Jakarta : Rajawali Pers, 2009.
Bimo, Walgito, Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi, Yogyakarta : UGM Press, 1982.
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2003.
Prayitno, dkk, Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan SMU, Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi, 1998.


[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa, 2001,  821.
[2]  Hamdani Bakran,  Konseling & Psikoterapi Islam, Yogyakarta : Rajawali Pers, 2002, 179.

[3] Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka, 2001, 2.
[4]  Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi, Jakarta : Rajawali Pers, 2009, 29.

[5] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah  Berbasis Integrasi, 46.
[6] Walgito Bimo, Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi, Yogyakarta : UGM Press, 1982, 54.
[7] Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2003, 5.
[8] Prayitno, dkk, Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan SMU, Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi, 1998, 189-190.

0 komentar:

Posting Komentar