MAKALAH
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
( Pandangan-pandangan dalam Bimbingan
dan Penyuluhan )
BAB I
Pendahuluan
- Latar Belakang
Bimbingan dan konseling
merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan
bahwa manusia di dalam kehidupannya menghadapi persoalan-persoalan yang silih
berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain timbul.
Demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat
maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan
pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan
bila tidak dibantu orang lain. Khususnya bagi yang terakhir inilah bimbingan
dan konseling diperlukan.
Manusia
perlu mengenal dirinya sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri sendiri ini manusia
akan dapat bertindak dengan cepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada
dirinya. Namun demikian tidak semua manusia mampu mengenal segala kemampuan
dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri
sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan bantuan ini
dapat diberikan oleh bimbingan dan konseling.
- Rumusan Masalah
1. Menjelaskan
tentang Pandangan dalam Bimbingan dan Penyuluhan.
2. Menjelaskan
tentang klasifikasi Pandangan dalam Bimbingan dan Penyuluhan.
3. Menjelaskan
tentang gambaran tugas Guru BP di Sekolah.
BAB II
Pembahasan
Pandangan
dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pandangan memiliki arti (1) hasil perbuatan memandang (
memperhatikan, melihat, dsb ), (2) benda atau orang yang dipandang ( disegani,
dihormati, dsb ), (3) pengetahuan, dan (4) pendapat.[1]
Kata bimbingan dan
konseling merupakan pengalihan bahasa dari istilah Inggris guidance and
counseling. Pengertian Bimbingan secara etimologi adalah menunjuk, membimbing,
atau membantu. Sedangkan pengertian bimbingan secara terminologi menurut Moh.
Surya (1986) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis dari pembimbing kepada
yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri,
penerimaan diri, pengerahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai
perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Dan pengertian
konseling secara etimologi adalah nasehat, anjuran dan ajaran. Dengan demikian
konseling dapat diartikan sebagai pemberian nasehat, pemberian anjuran dan
pembicaraan dengan bertukar pikiran.[2]
Sedangkan secara terminologi pengertian konseling adalah sebagaimana berikut :
C. Patterson
(1959) mengemukakan bahwa konseling ialah proses yang melibatkan hubungan antar
pribadi antara seorang terapis dengan satu klien atau lebih, dimana terapis
menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sitematik tentang
kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien.
Edwin C. Elwis
(1970) mengemukakan bahwa konseling adalah suatu proses dimana orang yang bermasalah
dibantu secara pribadi untuk merasa dan berprilaku yang lebih memuaskan melalui
interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan
informasi dan reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan prilaku yang
memungkinkannya berhubungan secara efektif dengan dirinya dan lingkungannya.
Dari
pengertian-pengertian diatas dapat ditarik garis besarnya, bahwa konseling
adalah suatu aktifitas pemberian nasihat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan
saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan klien
dengan menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematik
tentang kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien.
Bimbingan dan konseling
saling berkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan bimbingan dan konseling
merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik
dan alat dalam pelayanan bimbingan. Dan pendapat lain yang mengatakan bahwa
bimbingan memusatkan diri pada pencegahan munculnya masalah, sedangkan
konseling memusatkan diri pada pencegahan masalah individu atau dapat dikatakan
bahwa bimbingan bersifat preventif sedangkan konseling bersifat kuratif.[3]
Program bimbingan (guidance
program), yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana,
terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Kegiatan
bimbingan mencakup tiga jenis bimbingan, yaitu bentuk bimbingan, sifat
bimbingan, dan ragam bimbingan, yaitu masing-masing memberikan corak tertentu
pada kegiatan yang tertampung dalam suatu program bimbingan.[4]
Syarat-syarat
pembimbing sekolah atau madrasah menurut Eti Kartikawati (1995) dipilih
atas dasar :
- Kepribadian
Seorang guru pembimbing
atau konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Pelayanan bimbingan dan
konseling berkaitan dengan pembentukan prilaku dan kepribadian klien.dalam
keadaan tertentu seorang seorang guru pembimbing (konselor) bisa menjadi model
atau contoh yang baik bagi penyelesaian masalah siswa (klien). Kepribadian yang
baik dalam konteks Islam ditandai dengan kepemilikan iman, makrifah, dan
tauhid.
- Pendidikan
Bahwa pelayanan
bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan
professional menunntut persyaratan-persyaratan tertentu antara lain
pendidikan.seorang guru pembimbing atau konselor selayaknya memiliki pendidikan
profesi, yaitu jurusan bimbingan dan konseling S1, S2 maupun S3 atau
sekurang-kurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan
dan konseling. Pemilihan dan pengangkatan guru pembimbing atau konselor di
sekolah atau madrasah hendaknya mengedepankan profesionalitas.
- Pengalaman
Pengalaman memberikan
layanan bimbingan dan konseling berkontribusi terhadap keluasan wawasan
pembimbing atau konselor yang bersangkutan. Sarjana BK strata satu (S1) yang
belum memiliki pengalaman luas dalam bidang bimbingan, mungkin tidak akan lebih
baik dalam menjalankan tugasnya sebagai pembimbing apabila dibandingkan dengan
alumni diploma III tetapi telah berpengalaman 10 atau 15 tahun menjadi guru BK.
Syarat pengalaman bagi calon guru BK setidaknya pernah diperoleh melalui
praktik mikro konseling. Akan tetapi saat ini yang menjadi syarat untuk menjadi
guru BK adalah berijazah minimal S1.
- Kemampuan
Kepemilikan kemampuan
atau kompetensi dan keterampilan oleh guru pembimbing atau konselor merupakan
suatu keniscayaan. Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi) dan keterampilan,
tidak mungkin guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan tugas secara
baik. M.D. Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki
berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor
harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya
kekuatan pada diri seseorang merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong
seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya
mengembangkan potensi individu secara positif.[5]
A. Klasifikasi Pandangan Dalam Bimbingan dan Penyuluhan
Menurut (Justika
: 1980) ada tiga macam pandangan mengenai siapa yang dapat membimbing dan
kualifikasi pembimbing yaitu pandangan generalis, kurikuler, dan spesialis.
- Pandangan Generalis
Pandangan ini mempunyai
pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat diberikan oleh seorang
pendidik, oleh seorang guru. Pandangan ini berasaskan keyakinan, yaitu bahwa
corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kualitas
usaha belajar siswa, dan bahwa seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada
perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat
sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua
siswa. Pada akhirnya, bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu
saja.
Kelebihannya pelayanan
lebih efektif, sedangkan kekurangannya proses bimbingan dapat dilakukan oleh
semua guru.
- Pandangan Kurikuler
Pandangan ini mempunyai
pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat langsung dimasukkan dalam
kurikulum pendidikan seperti pengetahuan-pengetahuan lain. Pandangan ini
berasaskan keyakinan, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan
sebaiknya dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pelajaran khusus,
dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pandangan ini ialah
hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatifnya
terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan
kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi
di bidang-bidang studi akademik.
Kelebihannya proses BK
teralokasi waktu pada jam pelajaran, sedangkan kekurangannya menganggap BK disejajarjkan
dengan bidang studi.
- Pandangan Spesialis
Pandangan ini mempunyai
pendapat bahwa untuk melaksanakan bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakan
oleh orang yang khusus dididik untuk itu.
Pola spesialis berasaskan keyakinan, bahwa pelayanan bimbingan di
institusi pendidikan harus ditangani oleh para ahli bimbingan, yang
masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu,
seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan konseling.
Kelebihannya ialah
kualitas pelayanan lebih profesional sedangkan kekurangannya masalah hanya
ditangani oleh BK, sehingga bisa timbul kesenjangan.[6]
Untuk lembaga sekolah
yang terletak di daerah terpencil dengan jumlah kelas yang tidak terlalu besar,
pola dasar yang dapat dipegang ialah pola generalis. Ini berarti bahwa banyak
kegiatan bimbingan dapat dipegang oleh guru-guru bidang studi dan wali kelas,
dengan mendapat asistensi dari satu atau dua guru konselor. Untuk lembaga
sekolah yang terletak dilingkungan kota dengan segala problematikanya dan
godaannya, apalagi dengan jumlah kelas yang besar, semakin dituntut memegang
pada suatu pola dasar yang mengarah pada pola spesialis, tanpa mengabaikan
sumbangan dari guru-guru bidang studi dan wali kelas.
Bimbingan konseling
yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi,
ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa.
Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di
banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa
bermasalah atau nakal. Seharusnya Bimbingan Konseling dapat menjadi pendamping
dan penyeimbang bagi para siswa, lebih-lebih pada siswa yang sudah menempuh
jenjang sekolah menengah.
B. Gambaran Tugas Guru BP di Sekolah
Dalam Undang – undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 6, dikatakan
bahwa :” Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.”[7]
Ayat tersebut mengukuhkan serta menegaskan bahwa konselor adalah pendidik,
artinya bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dalam pendidikan. Sebagai salah satu unsur sistem pendidikan,
layanan bimbingan dan konseling mempunyai peran besar dalam membantu peserta
didik pada umumnya, dan pada khususnya dalam rangka mengembangkan kepribadian
yang mandiri bagi peranannya di masa yang akan datang. Dalam hal ini guru
pembimbing menjadi ujung tombak pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah,
atau dengan kata lain guru pembimbing merupakan agen utama bagi pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan.
Guru bimbingan dan
konseling/konselor memiliki tugas, tanggung jawab, dan wewenang dalam
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas
guru bimbingan dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta
didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian
peserta didik di sekolah/madrasah.
Gambaran umum mengenai
tugas Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah antara lain :
a. Memasyarakatkan
pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
b. Merencanakan
program bimbingan dan penyuluhan ( terutama program-program satuan layanan dan
satuan kegiatan pendukung ; untuk satuan-satuan waktu tertentu, program-program
tersebut dikemas dalam program mingguan, bulanan, caturwulanan, dan tahunan ).
c. Melaksanakan
segenap program satuan layanan bimbingan dan penyuluhan.
d. Menilai
proses dan hasil pelaksanaan satuan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan
dan penyuluhan.
e. Menganalisis
hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan penyuluhan.
f. Melaksanakan
tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung
bimbingan dan penyuluhan.
g. Mengadministrasikan
kegiatan satuan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan yang dilaksanakannya.
h. Mempertanggungjawabkan
tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan secara
menyeluruh kepada Kepala Sekolah.[8]
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling
saling berkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan bimbingan dan konseling
merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik
dan alat dalam pelayanan bimbingan. Dan pendapat lain yang mengatakan bahwa
bimbingan memusatkan diri pada pencegahan munculnya masalah, sedangkan
konseling memusatkan diri pada pencegahan masalah individu atau dapat dikatakan
bahwa bimbingan bersifat preventif sedangkan konseling bersifat kuratif.
Ada tiga macam pandangan
mengenai siapa yang dapat membimbing dan kualifikasi pembimbing yaitu pandangan
generalis, kurikuler, dan spesialis.
- Pandangan Generalis
Pandangan
ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat diberikan oleh
seorang pendidik, oleh seorang guru.
- Pandangan Kurikuler
Pandangan
ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat langsung
dimasukkan dalam kurikulum pendidikan seperti pengetahuan-pengetahuan lain.
- Pandangan Spesialis
Pandangan
ini mempunyai pendapat bahwa untuk melaksanakan bimbingan dan konseling
haruslah dilaksanakan oleh orang yang khusus dididik untuk itu.
Daftar Pustaka
Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat
Bahasa, 2001.
Bakran,
Hamdani, Konseling & Psikoterapi
Islam, Yogyakarta : Rajawali Pers, 2002.
Faqih, Aunur
Rohim, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka,
2001.
Tohirin,
Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi,
Jakarta : Rajawali Pers, 2009.
Bimo,
Walgito, Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi, Yogyakarta : UGM
Press, 1982.
Departemen
Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekretaris
Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2003.
Prayitno,
dkk, Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan SMU, Jakarta : Ikrar Mandiri
Abadi, 1998.
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa, 2001, 821.
[2]
Hamdani Bakran, Konseling & Psikoterapi Islam,
Yogyakarta : Rajawali Pers, 2002, 179.
[3] Aunur Rohim Faqih, Bimbingan
dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka, 2001, 2.
[4] Tohirin, Bimbingan
dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi, Jakarta :
Rajawali Pers, 2009, 29.
[5] Tohirin, Bimbingan dan
Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis
Integrasi, 46.
[6]
Walgito
Bimo, Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi, Yogyakarta : UGM
Press, 1982, 54.
[7] Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Biro
Hukum dan Organisasi Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2003,
5.
[8] Prayitno, dkk, Pelayanan
Bimbingan dan Penyuluhan SMU, Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi, 1998, 189-190.
0 komentar:
Posting Komentar